www. alumnifatek.forumotion.com
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
www. alumnifatek.forumotion.com


 
IndeksIndeks  PortailPortail  PencarianPencarian  Latest imagesLatest images  PendaftaranPendaftaran  Login  KawanuaKawanua  Media Fatek OnlineMedia Fatek Online  KAMPUSKAMPUS  

 

 TENTANG ARSITEKTUR

Go down 
2 posters
PengirimMessage
Juliant N. Ratuntiga

Juliant N. Ratuntiga


Jumlah posting : 9
Location : Jakarta
Registration date : 28.01.08

TENTANG ARSITEKTUR Empty
PostSubyek: TENTANG ARSITEKTUR   TENTANG ARSITEKTUR Icon_minitimeFri Feb 22, 2008 2:26 pm

ARSITEK
oleh Y.B. Mangunwijaya
Kompas, 16 September 1993

Profesi arsitek di Indonesia masih baru. Di zaman sebelum perang dunia II di Technische Hoge School (THS)
yang kini menjadi Institut Teknologi Bandung (ITB) hanya ada yang
disebut jurusan Sipil, di mana Bung Karno dulu pernah menjadi
mahasiswa. Di THS negeri Belanda di Delft hanya ada jurusan yang
disebut Bouwkunde (Ilmu Bangunan) yang menghasilkan
arsitek-arsitek juga, tetapi lebih condong ke ilmu bangunan sipil. Kata
sipil diambil dari sebutan kata civiel atau diterjemahkan sekarang:
bangunan kepentingan masyarakat alias bangunan umum. Profesi arsitek
pada dasarnya tidak lahir dari kalangan universitas atau perguruan
tinggi, tetapi dari iklim magang para arsitek profesional di
sanggar-sanggar, karena lebih digolongkan dalam profesi seni rupa.
Arsitek-arsitek agung sebelum perang dunia II dan yang selalu memberi
wajah serba baru kepada dunia bangunan sesudah kehancuran umum dunia
maju 1945 seperti Mies van der Rohe, Groupius, Corbusier, kalau tidak
salah Kenzo Tange juga, bukanlah sarjana-sarjana lulusan universitas,
tetapi orang-orang genius buah sanggar-sanggar "swasta" yang dididik
langsung oleh masyarakat arsitek dan kreativitas pribadi. Seperti
pelukis dan pematung, seniman tekstil dan sebagainya. Di Jerman memang
ada lembaga pendidikan desainer termashur yang bernama Bauhaus (Rumah Bangunan) yang secara integral dan total mencakup pendidikan segala cabang seni. Tetapi Bauhaus justru tidak ingin akademik. Inspirasi dasar Bauhaus adalah
kehidupan riil masyarakat, khususnya perpaduan antara keperluan
sehari-hari dan dunia serba baru yang sedang dicangkokkan ke dalam
masyarakat, yakni dunia khas industrial. Yang punya filsafat hidup,
budaya, dan selera yang sangat khas, sangat berlainan dari dunia budaya
agraris.
Dari sejarah kebudayaan di mana pun memang kita
melihat, bahwa arsitek, pelukis, pematung, para seniman dalam
seni-bentuk memang adalah "putra-putri masyarakat", bukan alumni
perguruan tinggi formal. Bahkan di barat, hasil seni dari dunia akademi
justru dilecehkan sebagai seni yang tidak otentik. Akademis artinya:
buruk, klise, tidak inspiratif, tiruan, dan sebagainya yang negatif.
Pertanyaan akademis juga bernada negatif: mengada-ada, tidak praktis,
tidak hidup, tidak relevan. Walaupun di zaman antik, pertanyaan
akademis justru bernilai metafisik yang tinggi. Tetapi, zaman industri
yang dinapasi iptek memang lain problematika hidupnya.

Belum diakui penuh

Sebetulnya tidak sangat berbeda dari profesi-profesi lain yang semula
belajar dari praktik kehidupan masyarakat, seperti ilmu ketabiban. Para
sinsei di timur, timur tengah, dan barat belajar lewat proses magang
dari para guru dan suhu di tengah masyarakat. Baru kemudian datanglah
fakultas-fakultas kedokteran pada perguruan-perguruan tinggi formal.
Ini sangat berhubungan dengan sifat dan proses birokratisasi juga yang
tak terelakkan dalam masyarakat yang semakin canggih
pengorganisasiannya.
Tetapi, dokter sudah (terpaksa) dihargai
masyarakat. Arsitek belum. Orang sakit berakal sehat atau terpelajar
datang ke dokter tidak dengan tuntutan minta pil kapsul ini, suntikan
itu, mendikte si dokter obat apa yang harus diberikan agar dia sembuh.
Tetapi kepada arsitek orang datang dengan seperangkat permintaan dan
pendiktean sesuka selera. Harus seperti gedung ini dari Amsterdam,
minta jendela seperti di Hongkong, harus pakai tiang ini dari Yunani
dan harus meniru bentuk-bentuk yang "tidak kalah dengan" Singapura dan
seterusnya. Arsitek bahkan dianggap lebih rendah daripada dukun, karena
kepada dukun sekalipun orang tidak mendiktekan resep.
Mungkin
karena pada pemberi order itu kebudayaannya masih belum beranjak dari
demang despotik di zaman kolonial yang masih kelewat agraris, sehingga
mereka bergaya seperti petani dungu yang sukanya mendikte dokter agar
jangan diberi pil, tetapi disuntik saja biar cepat sembuh. Tetapi
mungkin juga di arsitek belum dipercaya kemampuannya, dan membuktikan
diri memang belum punya pendirian dan filsafat desain yang kuat
sehingga tidak meyakinkan. Namun, boleh jadi orang punya suatu
pemahaman tentang arsitektur yang keliru. Sehingga hasilnya adalah
arsitektur murahan bahkan "kampungan" yang biasanya gado-gado asal
comot sana comot sini karena memang itu yang diminta pemberi order.
Kalau tidak memuaskan beliau-beliau, ditakutkan nanti tidak mendapatkan
order basah dari klien yang kuasa, kaya baru tetapi tidak intelek, dan
budayanya masih kampungan. Jadi praktis kriterianya: uang dan
kemumpungan. Sampai terjadi, arsitektur Gedung Dewan Pertimbangan Agung
di Jakarta berbentuk luar bahkan warnanya pun pleg-persis dengan
gedung-gedung berarsitektur Germania Hitler, buah hasil
retorika, patetik, dan patologis Menteri PU Nazi Albert Speer. Aneh,
tetapi bagi yang tahu psikologi, sebetulnya tidak tidak aneh juga.

Maka harapan kita ingin berbudaya dan berkepribadian secara benar
kepada para arsitek Indonesia, ialah: sudilah jangan main imitasi
doang. Sudilah memberanikan diri menjadi dokter atau paling tidak
dukunglah yang tidak mau serba didikte oleh klien atau pasien. Dan
sumbangkanlah the best yang Anda punyai, yang Anda pelajari selama
studi yang panjang. Jadilah seorang yang profesional dan jangan mau
menjadi penyalur ide-ide suka pamer secara ngawur dari orang-orang yang
biar punya duit dan kuasa, tetapi tidak paham budaya dan selera mulia.

Tidak mudah memang menghadapi orang yang tidak intelek dan tidak
berperasaan halus, akan tetapi dokter yang sejati pun akan mengikuti
tanggung jawab profesional dan hati nuraninya. Sebab semakin arsitek
menjadi budak order, semakin martabat profesi arsitek merosot juga, dan
semakin dilecehkan. Tukang roti atau koki jauh lebih tahu mana yang
enak dan bergizi daripada sembarang awam. Memang masih sulit dan berat,
tetapi akhirnya ini soal mati hidupnya profesi arsitek. Di negara maju
arsitek juga bukan orang yang sembarang mau didekte dan hanya mengikuti
pemberi order. Negeri kita pun akhirnya juga akan maju dan semakin
berintelek. Kemarau panjang memang tidak enak, akan tetapi tidak ada
situasi yang abadi. Oleh karena itu siapa selain arsitek sendirilah
yang harus merintis akhirnya kemarau panjang ini. Sendirian sulit,
tetapi mudah-mudahan secara bersama dalam Ikatan Arsitek Indonesia hal
ini akan lebih dapat dipermudah.
Sebaliknya masyarakat juga
perlu tahu, bahwa sejak zaman dahulu dan di sepanjang sejarah bangsa
manusia khususnya bangsa-bangsa yang besar dan kreatif, arsitektur
bukan cuma soal selera asal comot atau lonjakan-lonjakan nafsu belaka.
Arsitektur adalah ekspresi dan wahana suatu kebudayaan, dalam pikir
alam cita-cita dan ungkapan langsung paling jelas, bagaimana suatu
masyarakat berfilsafat hidup dan menangani kehidupan. Secara benar
ataukah ngawur? Punya kepribadian ataukah saling menjiplak? Semrawut
atau punya batang pendirian yang kokoh? Berselera tinggi ataukah asal
pinjam baju orang lain? Dan sebagainya. Memang susahnya istilah
arsitektur adalah warisan barat yang diambil justru pada saat
merosotnya pemahaman arsitektur di sana. Arsitektur (dari akar kata
Yunani arche = yang sejati, yang asli, dan tektoon =
yang stabil) datang dari dunia mencuatnya ilmu bangunan sipil. Belum
menyatakan dimensi-dimensi kebudayaan dan realilitas kehidupan yang
lebih riil dan lebih mulia. Kata Sanskrit vasthu atau di-Indonesia-kan wastu (dalam
bahasa jawa kuna artinya: bangunan) jauh lebih memadai yang arti
aslinya lebih kaya, berunsur, bernorma kehidupan, kesejatian,
pengejawantahan bentuk dari prinsip-prinsip yang absolut, rencana
komperehensif, sesuai dengan hierarki kehidupan, dan sebagainya.
Diterjemahkan dengan bahasa modern: form giving in its totality. Dari
bentuk sendok, periuk atau selot kunci, kloset WC, gergaji, kendaraan,
jalan, dan barang-barang sehari-hari lain, rumah, gedung umum, istana,
kampung, toko, pelabuhan, bengkel, sampai pada tata desa, tata kota,
tata wilayah, tata negara, dan tata dunia. Total, komprehensif,
holistik, sekaligus mendetail, yang makro dan bentuk yang paling mikro
dari berbentuknya realitas total kehidupan manusia dan masyarakat.
Dalam arti, menjelang tahun 2000 istilah wastu jauh lebih relevan
daripada arsitektur.
Maka sebetulnya dalam kampus jurusan
arsitektur telah terjebak historis dimasukkan ke dalam fakultas teknik.
Mestinya ke dalam fakultas ilmu-ilmu politik atau ilmu-ilmu
kemasyarakatan. Di situlah ilmu wastu akan mendapat tempat yang paling
wajar, karena sangatlah erat hubungannya dengan segala yang menata dan
membentuk masyarakat. Dan yang akan menemukan relevansinya yang paling
benar sebagai salah satu komponen konstitutif dari kebijakan yang lebih
luas, memberi bentuk yang paling relevan dan pas bagi seluruh kehidupan
real demi masyarakat yang relevan dan pas pula dengan kebudayaan
hidupnya.
Tetapi memang, banyak variabel warisan sejarah yang masih
sangat menghalang-halangi suatu renovasi yang cocok dengan kodrat
permasalahan. Tetapi bolehlah untuk zaman sekarang dan mendatang letak
jurusan arsitektur dalam dunia kampus terlanjur salah, asal saja para
arsitek tidak salah meletakkan diri.
Kembali Ke Atas Go down
http://www.asiabersama.com/joer3
Admin
Admin
Admin


Jumlah posting : 549
Registration date : 08.01.08

TENTANG ARSITEKTUR Empty
PostSubyek: Re: TENTANG ARSITEKTUR   TENTANG ARSITEKTUR Icon_minitimeSun Feb 24, 2008 12:42 am

Uraian yang menarik, cuma kita mo tanya tu di Mando sana kira kira untuk Bangunan yang bisa memberikan Performance dan Brand Kota Manado Bangunan dimana?

Misalnya kalau di Bandung, orang bacumu "Gedung Sate" terus otomatis terbayang tu Bandung deng dia punya Gelis Gelis!
Jang cuma torang dengar orang luar bilang, kalau bilang seputar Manado : " Bibir Manado" deng " Bubur Manado"
Kembali Ke Atas Go down
https://alumnifatek.indonesianforum.net
Juliant N. Ratuntiga

Juliant N. Ratuntiga


Jumlah posting : 9
Location : Jakarta
Registration date : 28.01.08

TENTANG ARSITEKTUR Empty
PostSubyek: Re: TENTANG ARSITEKTUR   TENTANG ARSITEKTUR Icon_minitimeWed Sep 17, 2008 9:49 am

yang kita tau diManado belum ada bangunan yang nyata2 mencirikan ke-khasan manado, mar kalu pun ada mungkin cuma satu yi. Ktr Gubernur, itupun kalu kita lihat secara vertical visual dari g00gle, layoutnya yg berbentuk burung Manguni lambang Minahasa.
bagimana rekan2 Ars, ada comment yang laen???????
mar nentau dang kalo skarang mneer, kita so 6 th nda pulang2 manado wakakakakak.....

No No No
Kembali Ke Atas Go down
http://www.asiabersama.com/joer3
Sponsored content





TENTANG ARSITEKTUR Empty
PostSubyek: Re: TENTANG ARSITEKTUR   TENTANG ARSITEKTUR Icon_minitime

Kembali Ke Atas Go down
 
TENTANG ARSITEKTUR
Kembali Ke Atas 
Halaman 1 dari 1
 Similar topics
-
» Sekilas Tentang Sam Ratulangi
» Pers Rilis LMND Tentang Insiden Unas
» Selamat dan sukses buat Panitia Mlm Inagurasi Arsitektur 25 Thn
» 'Temu Alumni Arsitektur UNSRAT Manado Tahun 2008'
» Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan ITM Gelar Seminar Arsitektur

Permissions in this forum:Anda tidak dapat menjawab topik
www. alumnifatek.forumotion.com :: KATAGORI UMUM :: Bebas-
Navigasi: